Headlines News :
Box 1 Image 1 Box 1 Image 1 Box 1 Image 2 Box 1 Image 3
Box 2 Image1 Box 2 Image 2 Box 2 Image 3
Box 3 Image 1 Box 3 Image 2 Box 3 Image 3
Box 4 Image 1 Box 4 Image 2 Box 4 Image 3 Box 4 Image 3
Box 5 Image 1 Box 5 Image 2 Box 5 Image 3
Home » » Perubahan Iklim

Perubahan Iklim

Written By Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia on Selasa, 06 Maret 2012 | 08.12

Kompas Cetak, 26 April 2011
Jakarta, Kompas - Kementerian Lingkungan Hidup dinilai lamban merespons ledakan hama ulat bulu yang disebutkan sebagai dampak fenomena perubahan iklim. Institusi baru Dewan Nasional Perubahan Iklim pun belum bekerja efektif.
”Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tergagap menghadapi masalah terkait dampak perubahan iklim ini,” kata mantan Menteri Lingkungan Hidup Sonny Keraf di Jakarta, Senin (25/4).
Menurut dia, KLH maupun Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) terpaku pada dampak perubahan iklim pemicu bencana, seperti longsor dan banjir. Bahkan, terpaku pada negosiasi dengan Norwegia yang berkomitmen menyalurkan dana 1 miliar dollar AS untuk penurunan emisi di Indonesia.
Jangan dimusnahkan
Secara terpisah, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta dalam konferensi pers kemarin mengemukakan, ulat bulu jangan dimusnahkan. Prinsip pengendaliannya hanya untuk menekan jumlah populasinya supaya tak meledak dan merugikan secara ekonomi.
”Memang pada awalnya terjadi pemusnahan dengan insektisida kimia. Semestinya digunakan cara lebih ramah lingkungan,” kata Gusti.
Hadir dalam konferensi pers, Kepala Pusat Penelitian Perkebunan Kementerian Pertanian Moch Syakir, ahli serangga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hari Sutrisno, ahli proteksi tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanu Triwidodo, dan Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Tuwamin Mulyono.
Menurut Tuwamin, ledakan populasi ulat bulu terbanyak di Probolinggo diduga terkait erupsi Gunung Bromo. Saat itu arah angin ke barat daya menuju wilayah Probolinggo.
Monitoring BMKG pada Maret 2011, tingkat kelembapan wilayah Probolinggo mencapai 85 persen (tergolong tinggi) dan curah hujan 261 milimeter per bulan (tergolong tinggi). ”Dampak erupsi Gunung Merapi terhadap ledakan populasi hama ulat bulu juga terus dipantau, khususnya ke arah barat dari gunung tersebut,” kata Hermanu.
Dari Malang dilaporkan, pasca-serangan ulat bulu di Jawa Timur, masyarakat diminta tenang dan memupuk tanaman yang terserang ulat bulu. Penyemprotan pestisida tak lagi disarankan karena dapat merusak ekosistem.
”Sebaiknya tanaman dibiarkan tumbuh normal. Kalau perlu, pupuk secukupnya. Serangan ulat bulu bisa dianggap sebagai tingkat stres yang dibutuhkan tanaman untuk berbunga dan berbuah,” tutur Sudarmadi Purnomo, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur di Karangploso, Malang. (NAW/ICH/DIA)
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


 
Supported : BLHD BONE | KPPM BONE | DISBUDPAR BONE | edit | edit | edit | Latebo
Copyright © 2011. PUSAT INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA - All Rights Reserved
MARI SELAMATKAN DAN LESTARIKAN LINGKUNGAN Pilhi Bone Desain Teluk Bone
Proudly powered by Blogger